Jumat, 01 Juni 2012

Laos




AWAL IMPREALISME PERANCIS HINGGA PENGARUH KOMUNIS VIETNAM  DI LAOS
(Di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Asia Tenggara 2)
(dosen pengampuh mata kuliah Sumaryono, MSi) 

Oleh:
JAMALUDDIN                                       100210302021
MUHAMMAD MUSTAQIM                100210302022
FIRDAUSI MARSHEILA                      100210302025
DYAH RAHMAWATI                            100210302026
WIKANDIAS SATYA D                         100210302027
GALIH SATRIA PERMADI                  100210302029

 PROGRAM STUDI SEJARAH
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2012


KATA PENGANATAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia Nya kepada penulis, sehingga penulis berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Awal Imprealisme Prancis Hingga Pengaruh Komunis Vietnam di Laos
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kami. Amin.

            Pemulis

         


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
COVER
Kata Pengantar
Daftar Isi ................................................................................................................    1
BAB I Pendahuluan ...............................................................................................   2
1.1. Latar Belakang ...........................................................................................            2
1.2.  Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3.  Tujuan .......................................................................................................   3
BAB II .....................................................................................................................   4
2.    Pembahasan
( Kepemimpinan Rasulullah Saw Sebagai Pelopor Perubahan Sosial)............            4
2.1. Kondisi Masyarakat Arab Pra Islam ...........................................................          4
2.1.1.   Aspek Agama ...................................................................................           4
2.1.2.   Aspek Politik .....................................................................................           5
2.1.3.   Aspek Sosial .....................................................................................           6
2.1.4.   Aspek Kebudayaan ...........................................................................          7
2.2.  Nabi Muhammad Pembawa Perubahan Sosial .........................................       7
2.2.1.   Tahap Persiapan Perubahan ............................................................         8
2.2.2.   Menentukan Objek Perubahan..........................................................          10
2.2.3.   Tahap Proses Perubahan..................................................................          10
2.2.4.   Metode Perubahan ...........................................................................           10
2.2.5.   Pengoptimalan Sumber Daya ..........................................................          11
2.3. Pemerintahan Pada Masa Nabi Muhammad SAW.....................................       11
BAB III PENUTUP ............................................................................................        15
3.1. KESIMPULAN .............................................................................................     15       
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................      16


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Sejarah Laos pada awalnya didominasi oleh Kerajaan Nanzhao, yang diteruskan pada abad ke-14 oleh kerajaan lokal Lan Xang yang berlangsung hingga abad ke-18, setelah Thailand menguasai kerajaan tersebut. Kemudian Perancis menguasai wilayah ini pada abad ke-19 dan menggabungkannya ke dalam Indochina Perancis pada 1893. Setelah penjajahan Jepang selama Perang Dunia II, negara ini memerdekakan diri pada 1949 dengan nama Kerajaan Laos di bawah pemerintahan Raja Sisavang Vong.
Keguncangan politik di negara tetangganya Vietnam membuat Laos menghadapi Perang Indochina Kedua yang lebih besar (disebut juga Perang Rahasia) yang menjadi faktor ketidakstabilan yang memicu lahirnya perang saudara dan beberapa kali kudeta. Pada 1975 kaum komunis Pathet Lao yang didukung Uni Soviet dan komunis Vietnam menendang pemerintahan Raja Savang Vatthana dukungan Amerika Serikat dan Perancis. Setelah mengambil alih negara ini, mereka mengganti namanya menjadi Republik Demokratik Rakyat Laos yang masih berdiri hingga saat ini. Laos mempererat hubungannya dengan Vietnam dan mengendurkan larangan ekonominya pada akhir dekade 1980an dan dimasukkan ke dalam ASEAN pada 1997.

1.2              Rumusan Masalah
1.2.1   Bagaimanakah awal imprealisme Perancis ke Laos?
1.2.2   Bagaimanakah pengaruh komunis Vietnam di Laos?
1.2.3   Bagaimana perlawanan kaum anti komunis di laos?

1.3              Tujuan Masalah
1.3.1        Untuk mengetahui awal imprealisme Perancis ke Laos !
1.3.2        Untuk mengetahui pengaruh komunis Vietnam di Laos !
1.3.3        Untuk perlawanan kaum anti komunis di laos.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Awal Imprealisme Perancis ke Laos
Laos dapat dikuasai tanpa kendala berarti sejak 20 Januari 1893, Laos dimasukkan ke dalam wilayah koloni Perancis. Penjajahan itu berlangsung selama 52 tahun. Ketika Perang Dunia Kedua akan berakhir, tentara Jepang datang dan menjajah Laos. Akan tetapi, pendudukan tentara Jepang atas Laos hanya berlangsung sebentar karena tentara Perancis kembali datang ke Laos dan berhasil memukul mundur tentara Jepang dari kawasan itu. Tahun 1949, Laos diberi status otonomi oleh Perancis, sampai akhirnya rakyat kawasan tersebut bangkit melawan penjajah Perancis. Laos akhirnya memperoleh kemerdekaannya tahun 1953.
Seperti yang diketahui, bahwa Indo-China pada dasarnya terdiri atas Vietnam, Laos, dan Kamboja. Sejak zaman kuna hingga zaman modern, kawasan Indo-China merupakan daerah yang penuh dengan gejolak, baik yang berupa perebutan kekuasaan, perang saudara maupun melawan imperialisme asing. Prancis adalah bangsa Barat yang berhasil menanamkan kekuasaannya di Indo-China. Vietnam adalah Negara di kawasan Indo-China yang paling keras melawan imperialisme Prancis, terutama pada pemerintahan Tu-Duc, jadi pada tahap awal penjajahannya di kawasan Indo-China difokuskan untuk menguasai Vietnam terlebih dahulu.
Sejak tahun1868, Perancis mengirimkan sebuah ekspedisi awal ke Laos untuk menyelidiki rute perdagangan sungai Mekong ke Cina. Pada tahun 1886, Perancis mendapat izin dari Laos untuk memperluas pemerintahannya di Laos dengan menempatkan wakil konsulat di Luang Prabang. Dalam perang Vietnam-Prancis yang berlangsung pada 1883, pihak Vietnam mengalami kekalahan dan disepakati perjanjian Hue 1883 yang menetapkan bahwa Vietnam harus mengakui naungan Prancis atas Vietnam. Sejak itulah Prancis betul-betul berkuasa atas seluruh Vietnam dan melanjutkan perluasan imperiumnya ke wilayah Laos dan Kamboja.
Pada tahun 1887, Laos, mengantisipasi ekspansi bangsa Perancis dengan mengosongkan sebagian besar daerah Laos. Laos dapat dikuasai tanpa kendala berarti sejak 20 Januari 1893. Tahun berikutnya Kamboja dapat dikuasai. Jadi pada tahun 1894 Prancis telah mampu menguasai kawasan Indo-China dan menyatakan daerah tersebut adalah daerah protektorat Prancis. Politik kolonial Prancis di Laos termasuk dalam politik Prancis yang diterapkan di kawasan Indo-China. Politik kolonial Prancis secara garis besar dikonsentrasikan pada bidang politik, ekonomi dan social budaya. Dalam bidang politik, pemerintahan kolonial Prancis melakukan pengendalian kekuatan gerakan perlawanan local dengan politik pecah belah. Langkah utama yang dilakukan adalah pembagian territorial Indo-China. Hal ini terbukti, bahwa setelah Prancis berhasil menguasai seluruh kawasan Indo-China serta dapat melumpuhkan perlawanan dan kerusuhan-kerusuhan di daerah Tongking, Chochin-China dan daerah lain, pada Oktober 1887 Prancis menentukan politik pemerintahan kolonial atas Indo-China. Wilayah Annam, Tongking, Laos dan Kamboja sebagai daerah protektorat kolonial Prancis langsung di bawah kekuasaan Menteri Luar Negeri. Sejak tahun 1989 Kamboja, Chonchin-China, Annam dan Tongking dijadikan sebuah Union Indo-China. Pemerintahan yang lebih tinggi dipercayakan kepada seorang
gubernur Jendral Sipil yang membawahi lima departemen. Bidang Ekonomi Prancis melakukan eksploitasi terhadap kekayaan alam dan penduduk Indo-China. Tetapi Perancis tidak banyak tertarik dengan wilayah Laos.
Paris mengirimkan pejabat-pejabat resmi Vietnam ke Laos untuk mengatur pemerintahan, tetapi peranannya hanya sedikit dalam mengembangkan perekonomian Laos. Bidang social budaya, Prancis menerapkan politik asimilasi yaitu memasukkan budaya Prancis ke Indo-China atau dengan kata lain mem-Prancis-kan Indi-China. Namun demikian politik Prancis ini gagal karena Prancis ragu-ragu dalam memperluas pendidikan karena takut timbul nasionalisme dari kaum terpelajar.
2.2 Kemerdekaan Laos
Pada bulan September 1940, setelah Perancis diserang oleh Jerman, pasukan Jepang menduduki Indo-cina dengan tanpa perlawanan. Secara resmi kekuatan kolonial Perancis meninggalkan seluruh instalasi militernya untuk digunakan pasukan Jepang. Dan juga terjadi pertukaran pemerintahan kolonial Perancis secara resmi ke Jepang. Perang dunia II tidak banyak mengakibatkan kerusakan di Laos, bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya, seperti Myanmar dan Filipina. Di Asia Timur, Perang dunia ke II berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945, yang ditandai dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu. Kemudian, Perancis mencoba mendirikan kembali kekuatan kolonialnya di Kamboja, Vietnam dan Laos.
Pada tanggal 1 September 1945, negara Laos menyatakan kemerdekaannya. Perancis menolak untuk menerima hal tersebut, dan membalas dengan mengirim pasukannya ke Laos. Perang gerilya berawal ketika tentara Laos melawan kekuatan kolonial Perancis. Tiga orang pangeran yang terkenal melawan penjajah adalah Pangeran Souvanna Phoma, Pangeran Souphanavong dan Pangeran Oune Sananikone. Pangeran Souphanavong yang banyak berkenalan dengan paham sosialisme dan menjalin hubungan dengan Ho Chi Minh dikenal sebagai pemimpin kelompok komunis. Sebaliknya Pangeran Oune Sananikone yang lebih dekat dengan Muangthai dikenal sebagai pemimpin yang beraliran nasionalis. Sedangkan Souvanna Phoma kakak dari Souphanavong lebih mengambil jalan tengah. Terdesaknya Prancis dikawasan Indo-Cina sebagai akibat dari perlawanan yang sangat gigih dari kelompok komunis dikawasan Indo-China yang bersatu untuk mengusir imperialsme Negara-negara sekutu seperti Amerika, Prancis, Inggris mengadakan konverensi Jenewa pada tanggal 25 April 1954 utuk membahas masalah Korea dan Indo-China. Selain itu China, Uni Soviet, Republik Sosialis Vietnam (Vietmin), Vietnam Selatan, Kamboja, Laos, Korea Utara dan Korea Selatan hadir dalam konverensi Jenewa. Pada 20 Juli 1954 konverensi Jenewa menghasilkan 6 bab dan 57 pasal, yang terkait dengan Indo-China antara lain berisi keputusan mengakui kemerdekaan penuh pada Kamboja, Laos, dan Vietnam. Serta diputuskan pula pembagian Vietnam menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan.
Dengan ketiga aliran yang ada di Laos ternyata sulit untuk membangun aliansi. Apalagi setelah kedatangan Amerika Serikat sesudah Perang Dunia II dalam rangka mempopulerkan doktrin John Foster Dulles yang anti komunis. perpecahan antara pemimpin Laos semakin menajam setelah Souphanavong dengan partai Pathet Lao yang beraliran komunis melancarkan serangan dan pengaruh di Laos dengan bantuan tentara Viet Minh. Sedangkan golongan kanan yang nasionalis dibawah pimpinan Sananikone menjadi lebih kaya karena bantuan Amerika Serikat. Meski kelompok nasionalis ini kurang popular dalam kepemimpinannya di Laos, nampaknya Laos lebih cenderung mengambil jalan tengah, walaupun kepopuleran golongan Pathet Lao cukup menonjol. Sehubungan dengan itulah maka dalam perkembangannya yang berhasil dan banyak menduduki jabatan Perdana Menteri (PM) adalah Souvana Phoma.
Pada waktu menduduki jabatan Perdana Menteri, Phouma terus berusaha untuk membentuk koalisi dengan adiknya Souphanavong. Dan hal ini pernah tercapai dalam tahun 1973, setelah Souvanna Phoma bersama Vongvichit dari pihak Pathet Lao membubuhkan tanda tangan diatas kertas perjanjian damai pada hari ke 23 Februari 1973.
2.3 Pengaruh Komunis Vietnam di Laos
Sejak abad ke-18, wilayah Indocina termasuk Laos dikuasai oleh Prancis. Namun ketika Perang Dunia II pecah, Prancis sempat kehilangan kontrol atas wilayah Indocina dan sejak tahun 1940 wilayah Indocina berada di bawah kekuasaan Jepang. Menyusul jatuhnya bom atom di tanah Jepang pada bulan Agustus 1945, Jepang mengaku kalah di akhir Perang Dunia II dan kemudian meninggalkan kekosongan kekuasaan di wilayah-wilayah bekas jajahannya, termasuk di Laos. Merespon hal tersebut, pada bulan Oktober 1945 sebuah gerakan nasionalis setempat yang bernama "Lao Issara" (Laos Merdeka) muncul di Laos dan mengklaim dirinya penguasa baru negara tersebut.
Usai berakhirnya Perang Dunia II di tahun 1945, Prancis yang dulu menguasai wilayah Indocina berniat menguasai kembali wilayah yang berlokasi di sebelah selatan daratan Cina tersebut. Namun, keinginan Prancis tersebut tidak berjalan mulus karena mendapat penolakan dari sebagian rakyat Laos yang pro-Lao Issara sehingga sebagai akibatnya, pecahlah perang antara pasukan Prancis melawan pasukan Lao Issara yang dipimpin oleh Pangeran Souphanouvong. Dalam perkembangannya, pasukan Prancis yang dari segi kekuatan dan pengalaman memang lebih unggul berhasil menduduki kembali seluruh wilayah Laos pada tahun 1946.
Pasca kegagalan menghentikan pasukan Prancis di Laos, sebagian anggota Lao Issara yang masih tersisa dan enggan bekerja sama dengan Prancis kemudian melarikan diri keluar Laos. Organisasi Lao Issara lantas dibubarkan pada tahun 1949 dan setahun sesudahnya, sebagian anggotanya yang ada di Vietnam Utara lalu mendirikan kelompok bersenjata baru bernama Pathet Lao (Negeri Lao) yang berhaluan komunis. Sejak pendiriannya, Pathet Lao memiliki cita-cita mendirikan rezim republik komunis di tanah Laos menggantikan rezim kerajaan buatan Prancis. Karena faktor kedekatan ideologi, Pathet Lao dalam perkembangannya juga kerap bekerja sama dengan kelompok Viet Minh pimpinan Ho Chi Minh yang bermarkas di Vietnam Utara.
Walaupun sudah berdiri sejak tahun 1950, Pathet Lao baru menunjukkan keberadaannya di medan perang pada tahun 1953. Di tahun itu, Pathet Lao yang dibantu oleh puluhan ribu prajurit Viet Minh melakukan penyerbuan ke wilayah Laos utara dan kemudian mendirikan semacam pusat pemerintahan rahasia berhaluan komunis di sana. Tidak lama kemudian, pasukan gabungan Viet Minh dan Pathet Lao melakukan serangan-serangan susulan untuk menguasai wilayah Laos tengah, namun upaya mereka berhasil digagalkan oleh pasukan Prancis yang dibantu oleh pasukan Kerajaan Laos yang anti-komunis.
Kegagalan memperluas wilayah taklukannya tidak membuat kubu Pathet Lao dan Viet Minh patah arang. Di awal tahun 1954, pasukan gabungan keduanya kembali melakukan serangan ke wilayah Laos dari balik perbatasan Vietnam. Perlahan tapi pasti, mereka berhasil mendesak mundur pasukan Prancis dan memutus suplai logistiknya. Puncaknya adalah ketika pada bulan Mei 1954, pasukan Viet Minh berhasil menduduki pangkalan militer Prancis di Dien Bien Phu yang berlokasi di perbatasan Laos-Vietnam.
Usai jatuhnya pangkalan militer Dien Bien Phu ke tangan pasukan Viet Minh, Prancis yang merasa tidak sanggup lagi meneruskan perang melawan Viet Minh akhirnya mulai terlibat perundingan dengan perwakilan-perwakilan dari wilayah jajahannya di Indocina. Perundingan itu juga diikuti oleh negara-negara besar lainnya seperti Uni Soviet, Cina, dan AS.
Bulan Juli 1954 atau sebulan sesudah kekalahan pasukan Prancis di tanah Indocina, sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai "Kesepakatan Jenewa" (Geneva Accords) akhirnya berhasil dicapai. Beberapa poin penting dari perjanjian tersebut adalah wilayah-wilayah jajahan di Prancis akan segera dimerdekakan dan  sebuah zona bebas militer dibentuk di wilayah tengah Vietnam (zona ini kelak menjadi batas antara Vietnam Utara dan Selatan). Laos sendiri kemudian dimerdekakan sebagai negara dengan bentuk pemerintahan kerajaan konstitusional, sementara para anggota Pathet Lao yang disokong oleh Viet Minh masih mengontrol sebagian wilayah utara Laos. Sebagai akibatnya, wilayah Laos pun saat itu ibarat terbelah 2 antara wilayah kerajaan di selatan dan wilayah komunis di utara.
Tahun 1956 alias 2 tahun usai dicapainya Kesepakatan Jenewa, Pathet Lao mendirikan partai politik baru bernama Neo Lao Hak Sat (NLHS; Front Patriotik Lao) sebagai sayap politiknya. Setahun berikutnya, sebuah pemerintahan koalisi akhirnya dibentuk di mana kubu Pathet Lao menguasai 1/3 dari total jatah kursi di pemerintahan. Namun, pembentukan pemerintahan koalisi itu tidak lantas menandakan akhir dari perpecahan di Laos. Perbedaan pendapat dengan kubu netralis dan sayap kanan yang pro-Kerajaan membuat aktivitas pemerintahan di Laos masih belum dapat berjalan.
Situasi semakin panas ketika di tahun 1958, kubu Vietnam Utara yang berhaluan komunis mengklaim sejumlah desa di Laos utara sebagai bagian dari wilayahnya. AS yang berusaha menekan pengaruh komunis di Indocina lantas mulai menyokong Kerajaan Laos secara diam-diam.


Tahun 1959 setelah masing-masing kubu dalam pemerintahan gagal menemukan titik temu, pemerintahan koalisi Laos akhirnya runtuh. Runtuhnya pemerintahan koalisi tersebut lantas diikuti dengan pecahnya perang sipil di tanah Laos antara pihak Pathet Lao yang disokong Vietnam Utara (Viet Minh), Kerajaan Laos yang disokong oleh AS, dan pihak netralis. Di tahun yang sama, kubu Vietnam Utara juga mulai memakai wilayah Laos sebagai jalur rahasia untuk menyelundupkan suplai logistik dari wilayah utara ke milisi-milisi komunis Viet Kong yang beroperasi di Vietnam Selatan. Jalur tersebut kelak dikenal dengan nama "jalan kecil Ho Chi Minh" (Ho Chi Minh trail). Setahun kemudian, perang sipil di Laos mengerucut menjadi perang antara 2 kubu setelah pihak netralis memutuskan untuk bersekutu dengan Pathet Lao.
Intensitas perang sipil di Laos semakin panas setelah di akhir tahun 1959, Uni Soviet memutuskan untuk mulai mengucurkan bantuan persenjataan ke Vietnam Utara dan Pathet Lao. AS lantas meresponnya dengan membagi-bagikan senjata kepada milisi-milisi dari etnis Hmong yang pro-Kerajaan & mengirimkan bantuan pesawat tempur untuk pihak Kerajaan Laos via Thailand sejak tahun 1961. Para agen rahasia AS (CIA) juga mulai disusupkan ke wilayah Laos untuk melatih para penduduk di kawasan-kawasan perbukitan Laos untuk menjadi pasukan milisi anti-komunis. Sebagai akibatnya, aksi jual beli serangan antara pihak Kerajaan dan pihak komunis pun semakin sengit. Selama perang, wilayah-wilayah yang dikuasai oleh pihak komunis terkonsentrasi di sebelah utara dan timur Laos.
Hingga beberapa tahun berikutnya, situasi perang di Laos tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Menanggapi situasi tersebut, AS pun lantas memutuskan untuk terjun langsung ke medan perang. Sejak tahun 1964, pesawat-pesawat tempur mereka melakukan pemboman ke pangkalan-pangkalan militer dan jalur rahasia yang digunakan oleh pasukan komunis. Tidak hanya itu, AS juga merekrut sekitar 21.000 orang Thailand untuk dijadikan tentara bayaran sebagai bantuan bagi pihak Kerajaan Laos. Sebagai akibatnya, aktivitas perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh kubu Pathet Lao sempat menurun pada periode ini, namun aliran bantuan dari Vietnam Utara dan sekutunya membuat Pathet Lao bisa tetap bertahan.
2.4  Perlawanan Kaum Anti Komunis di Laos
Sejak itu Laos berangsur-angsur dikuasai oleh Pathet Lao, banyak orang, bekas pejabat pemerintahan lama dan orang orang yang setia pada raja, berusaha mengadakan perlawanan terhadap penguasa baru. Penguasa baru Laos di samping menghadapi golongan nasionalis juga masih menghadapi serangan-serangan dari suku Meo yang tidak mau tunduk pada penguasa Pathet Lao.
Pada perkembangan selanjutnya suku Meo dan golongan kanan bergabung melawan penguasa Pathet Lao. Dari Bangkok tanggal 7 Januari 1976 diberitakan bahwa tentara dari suku Meo telah menyerang dan menewaskan enam tentara Pathet Lao di daerah pegunungan dekat Vientiane. Sementara itu seorang pemimpin suku Meo mengatakan kepada AFP di Bangkok tanggal 20 Januari 1976 bahwa :
1) suku Meo sekarang menguasai kembali daerah Long Chen
2) suku Meo mempunyai 7.000-8.000 orang tentara yang beroperasi di Laos dan diorganisir dalam kelompok-kelompok gerilya kecil-kecil
3) seku Meo mempunyai cukup persediaan suplai senjata.
Tanggal 8 dan 9 maret gerilyawan Front Rakyat Laos yang anti komunis menyerang penjara Tam Khe dekat Viantiane dan menewaskan 20 orang penjaganya. Surat kabar Bangkok, Thairath tanggal 27 Maret 1976 memberikan bahwa:
1) gerilyawan anti komunis Laos telah membangun pengkalan-pangkalan di pulau-pulau penting di Sungai Mekong antara Savanrakhat dan Pakse
2) sekitar 200 gerilyawan telah melakukan beberapa serangan terhadap pasukan penguasa Pathet Lao.
3) gerilyawan-gerilyawan tersebut mempunyai senjata- senjata yang baik dan amunisi yang cukup.
 Suatu pertempuran lain terjadi di selatan Vientiane tanggal 23 Maret 1976 antara pasukan Pathet Lao dan gerilyawan anti Komunis mengakibatkan empat tentara Pathet Lao tewas dan dua buah instalasi artelari di Simmano dan Khoyaideng hancur. Sedang di desa-desa sebelah timur Viantiene tanggal 21 Maret 1976 gerilyawan anti komunis menghadang iringan militer Pathet Lao dan menewaskan lima tentara Pathet Lao. Dua granat yang hendak meledak di Keduataan besar Uni Soviet tanggal 13 Maret 1976 mengakibatkan empat diplomat Uni Soviet luka-luka. Kemudian segerombolan penyerang melemparkan dua granat ke Keduataan Besar Kuba tanggal 3 April 1976. dari Bangkok tanggal 16 April 1976 diberitakan bahwa gerilyawan anti komunis Laos yang menemakan dirinya Front Patriotik Revolusioner Laos (LRPF) telah menyatakan bertanggungjawab atas serangan-serangan terhadap kedua kedutaan tersebut. Lewat selebaran-selebaran, kelompok ini menyatakan bahwa:
1) pihak Uni Soviet dengan terang-terangan telah memberdayakan rakyat Laos untuk menjadikan kerajaan Laos sebagai satelit Uni Soviet
2) LRPF akan melancarakan serangan terhadap orang-orang Uni Soviet di negar-negara yang menandatangani persetujuan Jenewa tahun 1954 yang menjamin netralitas Kerajaan Laos dibawah dwi ketua Uni Soviet dan Inggris.
 Untuk menanggulangi serangan-serangan dari gerilyawan nasionalis pemerintah Laos secara terus-menerus berusaha membasmi gerakan-gerakan itu. Dari Bangkok tanggal 4 April diberitakan bahwa pemerintah Laos telah mengoperasikan pesawat-pesawat tempur pembom buatan AS, T-28, untuk menghancurkan perlawanan gerilyawan nasionalis di Laos Utara. Radio Laos tanggal 20 Maret mengecam perbuatan sabotase, subversi dan pengrusakan yang dilakukan golongan anti revolusioner, dan mendesak rakyat serta Angkatan Bersenjata untuk memperkuat keamanan dan memepertinggi kewaspadaan. CIA telah mengorganisir golongan tersebut dan berusaha menjadikan Muangthai sebagai pangkalan anti Laos. Seorang bekas perwira Laos yang lari ke Muangthai menyatakan di Nong Khai tanggal tanggal 6 Mei 1976 bahwa Pathet Lao sedang memperbaiki semua pesawat-pesawat tempur dan transportasi yang ditinggalkan oleh bekas Angkatan Udara Laos untuk mempersiapkan operasi militer besar-besaran guna menghadapi beberapa gerakan gerilyawan yang telah muncul di beberapa daerah di Laos. Unutk itu, ahli-ahli mesin Pathet Lao yang belajar selama tiga tahun di Uni Soviet telah kembali ke Laos.
Seorang pemimpin suku Meo menyatakan di Bangkok tanggal 22 Juli 1976 bahwa ratusan gerilyawan suku Meo telah tewas akibat pemboman Pathet Lao di daerah Long Cheng (200 km sebelah timur Vientiane), sasaran pemboman tersebut sebenarnya Muong Cha, Pha Oio, Phi Khaio dan Pha Khas, serta sebuah pesawat intai dan holikopter Pathet Lao yang dikemudikan oleh pilot-pilot Uni Soviet berhasil di tembak jatuh.
Suku Meo dan rakyat Laos yang anti komunis terus melancarkan perlawanan dengan nama “Tentara Anak Surga”. Perpecahan terjadi antara golongan ekstrim yang di pimpin oleh PM Kaysone Phomvihan dan kelompok moderat yang dipimpin oleh Presiden Souphanouvong. Jumlah suku Meo yang mengungsi ke Muangthai saat itu diperkirakan 40.000 orang. Sekitar 500 tahanan politik melarikan diri dari penjara Vientiane pada tanggal 25 April 1976 setelah berhasil merebut senjata-senjata dari gudang penjara dan menewaskan 12 orang penjaganya. Bong Souvannavong, bekas politikus terkemuka Laos dan Pangeran Sonk Banavong termasuk diantara para tahanan berhasil melarikan diri.
Tanggal 26 April 1976 penguasa Laos menyatakan berlakunya jam malam di Vientiane utnuk mencari para tahanan yang melarikan diri. Sementara itu beberapa tahanan yang sampai di Muangthai menyatakan bahwa sekitar 100 tahanan telah terbunuh. Untuk mencegah masuknya para tahanan, Muangthai telah menutup dua pos perbatasan dan menghentikan lalu lintas ferry di Sungai Mekong.
Pada tanggal 27 April 1976 di sungai Mekong terjadi pertempuran antara Pathet Lao dan para tahanan yang melarikandiri. Sampai pada tahun 1978 penguasa Muangthai telah menahan 50 tahanan yang berhasil menyeberangi sungai Mekong. Dikabarkan bahwa sekitar 150 tahanan masih bebas di Laos dan 180 orang lainnya ditangkap.
Sidang Majelis Rakyat Tertinggi pertama berlangsung Di Vientiane tanggal 23 Desember 1975- 3 Januari 1976 dan memutuskan membuat rancangan konstitusi baru, rencana kerja Majelis serta program pemerintah hari Nasional Laos tanggal 2 Desember 1976. dari Vientiane tanggal 11 April 1976 diberitakan bahwa pemerintahan Laos telah memulai suatu revolusi kebudayaan pertama. Untuk melaksanakan revolusi tersebut, diadakan indoktrinasi-indoktrinasi khusus untuk para pemuda yang menganggur, para perusuh, para pejudi, dan pecandu obat bius. Ratusan orang telah ditahan termasuk orang-orang asing yang kebanyakan berasal dari Vietnam dan China (Suara Karya, 12 April 1976). Radio Laos tanggal 11 Mei 1976 memberitakan bahwa pemerintahan Laos telah membebaskan kelompok pertama bekas perwira-perwira golongan kanan yang menjalani pendidikan kembali selama satu tahun. Mereka yang dibebaskan itu ditugaskan kembali dan di satukan ke dalam resimen baru.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Indo-China pada dasarnya terdiri atas Vietnam, Laos, dan Kamboja. Sejak zaman kuna hingga zaman modern, kawasan Indo-China merupakan daerah yang penuh dengan gejolak, baik yang berupa perebutan kekuasaan, perang saudara maupun melawan imperialisme asing. Prancis adalah bangsa Barat yang berhasil menanamkan kekuasaannya di Indo-China. Vietnam adalah Negara di kawasan Indo-China yang paling keras melawan imperialisme Prancis, terutama pada pemerintahan Tu-Duc, jadi pada tahap awal penjajahannya di kawasan Indo-China difokuskan untuk menguasai Vietnam terlebih dahulu.
Di pertengahan hingga paruh akhir abad ke-20, wilayah ini cukup terkenal bukan karena kemakmurannya, tapi karena perang besar yang melanda wilayah tersebut & melibatkan negara-negara besar peserta Perang Dingin (Cold War). Dalam perang di kawasan Indocina pada periode tersebut, salah satu pihak yang sebenarnya cukup menonjol tapi kalah pamor dibandingkan AS atau kelompok milisi Viet Kong adalah Pathet Lao.
Pathet Lao (bahasa Laos dari "negeri Laos") adalah sebuah kelompok berhaluan nasionalis komunis dari Laos. Awalnya dibentuk untuk mengusir Prancis dari tanah Indocina, dalam perkembangannya kelompok ini kemudian juga ikut terlibat dalam perang di Laos & Vietnam. Menyusul berakhirnya Perang Vietnam di tahun 1975 dengan kemenangan pihak komunis, Pathet Lao pun menjadi penguasa baru Laos tak lama sesudahnya. Kini, Pathet Lao adalah kelompok paling dominan di tanah Laos lewat sayap politiknya yang bernama Phak Pasason Pativat Lao (Partai Revolusioner Rakyat Laos) & sayap militernya yang sekarang telah dirombak ulang menjadi tentara nasional Laos.





DAFTAR PUSTAKA

Hall, D.G.E. tanpa tahun. Terjemahan I.P Soewasha. Sejarah Asia tenggara. Surabaya: Usaha Nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar